Minggu, 29 September 2013
Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang
pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia
adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam
banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana
pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang
hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang
tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta
kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup
mapan.
Bob kemudian
menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya
itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia
bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika
tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami
Soejoed.
Pada tahun
1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes
miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang
tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah
beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari
pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan
pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil
Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu
ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena
tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu.
Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan
hidup yang dialaminya.
Suatu hari,
temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya.
Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob
memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa
berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa
kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki
banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris.
Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak
menetap orang asing.
Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing
sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan.
Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi
pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik
tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana
dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.
Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis,
khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang
asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di
beberapa daerah.
Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi
kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya
sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan,
komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus
selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa
yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk
membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,”
kata Bob.
Keberhasilan
Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia
langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai
bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai
dari ilmu, kemudan praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.
Menurut Bob,
banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih,
arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.
Sedangkan
Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan
pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu
menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan
diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Bob
menempatakan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluara Kem
Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fngsi dan
kekuatan
Anak Guru
Anak Guru
Kembali ke
tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir
sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari
lima bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria
Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika
Bob berusia 19.
Modal yang
ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk
membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang
sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan,
Bob sendiri sopirnya.
Suatu kali,
mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita
kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. “Hati saya ikut hancur,” kata Bob.
Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal,
kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris
di luar negeri, bisa menyelamatkan keaadaan. Tetapi, Bob bersikeras, “Sayalah
kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”
Untuk
menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayan ras dari kenalannya,
Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak : Ia berhasil menjadi pemilik
tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada
Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah “warung” shaslik
di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata
per bula perusahaan Bob menjual 40-50 ton daging segar, 60-70 ton daging
olahan, dan 100 ton sayuran segar.
“Saya hidup
dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini
lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per
kilogram. “Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata
Bob.
Om Bob,
panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan.
Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu
ia tak ingin berkhayal yang macam-macam.
Haji yang
berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz. Saat-saat
yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.
Profil dan
Biodata Bob Sadino
Nama : Bob Sadino
Lahir : Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Agama : Islam
Pendidikan : - SD, Yogyakarta (1947)
- SMP,
Jakarta (1950)
-
SMA, Jakarta (1953)
Karir : - Karyawan Unilever (1954-1955)
Karir : - Karyawan Unilever (1954-1955)
- Karyawan
Djakarta Lloyd, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967)
- Pemilik
Tunggal Kem Chicks (supermarket) (1969-sekarang)
- Dirut PT.
Boga Catur Rata
- PT. Kem
Foods (pabrik sosis dan ham)
-
PT. Kem Farms (kebun sayur)
Alamat Rumah : Jalan Al Ibadah II/12, Kemang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp 793981
Alamat Kantor : Kem Chicks Jalan Bangka Raya 86, Jakarta Selatan Telp : 793618
Alamat Rumah : Jalan Al Ibadah II/12, Kemang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp 793981
Alamat Kantor : Kem Chicks Jalan Bangka Raya 86, Jakarta Selatan Telp : 793618
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)